PESANTREN
SEBAGAI SALAH SATU LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat pada era global
pada era ini terasa saat ini terasa sekali pengaruhnya dalam berbagai bidang
kehidupan masyarakat, khususnya dalam bidang pendidikan, social dan
budaya, termasuk dalam pendidikan pesantren. Kemajuan yang pesat itu
mengakibatkan cepat pula perubahan dan berkembangnya berbagai tuntutan
masyarakat.
Masyarakat yang tidak menghendaki keterbelakangan akibat perkembangan
tersebut, perlu menanggapi serta menjawab tuntutan kemajuan tersebut secara
serius. Dalam rangka menghadapi tuntutan masyarakat lembaga pendidikan
masyarakat termasuk pondok pesantren haruslah bersifat fungsional, sebab
lembaga pendidikan sebagai salah satu wadah dalam masyarakat bisa dipakai
ebagai pintu gerbang dalam menghadapi tuntutan masyarakat, ilmu pengetahuan dan
teknologi yang terus mengalami perubahan.
Untuk itu lembaga pendidikan termasuk pondok pesantren perlu
mengadakan perubahan secara terus menerus seiring dengan perkembangannya
tuntutan-tuntutan yang ada dalam masyarakat yang dijalaninya.
Adapun pada hari-hari kemarin banyak
opini negatip terhadap eksistensi pesantren, bahwa pesantren dinilai tidak
responsip terhadap perkembangan zaman, sulit menerima perubahan (pembaharuan),
dengan tetap mempertahankan pola pendidikannya yang tradisional (salafiyah) pesantren menjadi semacam institusi
yang cenderung ekslusif dan isolatif dari kehidupan sosial umumnya. Bahkan
lebih sinis lagi ada yang beranggapan pendidikan pesantren tergantung selera
kyai. Masih banyak orang yang memandang sebelah mata terhadap pesantren. Hal
ini muncul karena memang banyak orang tidak mengenal dan tidak mengerti tentang
pondok pesantren, sehingga mereka mempunyai penilaian yang salah terhadapnya.
Bisa kita lihat permasalahan diatas pandok pesantren banyak
berkendala dalam menghadapi kemajuan jaman jadi saya mengangkat tema PESANTREN
SEBAGAI LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM yag kami paparkan.
BAB II
LANDASAN TEORI
1. Pengertian Pondok Pesantren
Istilah pondok pesantren terbentuk
atas dua kata yang menunjukan satu pengertian, yaitu kata “pondok” dan
“pesantren”. Di Minangkabau dinamakan surau, di Acehrangkah
meunasah dan pondok di Pasundan. Maka pondok pesantren adalah
tempat di mana anak-anak muda dan dewasa belajar secara lebih mendalam dan
lebih lanjut Ilmu agama Islam yang diajarkan secara sistimatis, langsung dari
bahasa Arab serta berdasarkan pembacaan kitab-kitab klasik karangan ulama
besar.[1] Dalam
Kamus Bahasa Indonesia “pondok” artinya wadah atau asrama tempat mengaji,
belajar agama Islam dan lain sebagainya. Namun secara umum pondok pesantren
adalah lembaga pendidikan Islam tradisional yang melembaga di Indonesia.[2]
Menurut Karel A. Steenbrink Pondok
pesantren dilihat dari segi bentuk dan sistemnya berasal dari India. Sebelum
Islam masuk ke Indonesia sistem tersebut telah digunakan secara umum untuk
pendidikan dan pengajaran agama Hindu di Kawa. Kemudian diambil oleh Islam.
Dengan kata lain istilah pesantren bukan berasal dari Bahasa Arab melainkan
dari India.[3]
Pondok pesantren tradisional adalah
lembaga pendidikan dan pengajaran agama Islam yang masih memakai sistem lama
yaitu yang pelaksanaan pendidikannya belum menggunakan sistem modern, masih
menggunakan sistem sorogan dan bandongan. Sorogan adalah belajar secara
individu dimana seorang santri berhadapan dengan seorang guru/kyai, terjadi
interaksi saling mengenal diantara keduanya. Bandongan adalah belajar secara
kelompok yang diikuti oleh seluruh santri.
Sedangkan pondok pesantren modern
(khalaf) adalah lembaga pesantren yamg memasukan pelajaran umum dalam kurikulum
madrasah yang dikembangkan, atau pesantren yang menyelengarakan tipe
sekolah-sekolah umum dan bahkan perguruan tinggi dalam lingkungannya. Selain
itu juga ciri dari pesantren modern adalah dimana figur kyai tidak lagi menjadi
sentral setiap keputusan, setiap perkara yang menyangkut dengan pesantren harus
di putuskan berdasarkan rapat antara para asatidz (staff pengajar) dengan yayasan.
Peserta didik atau santri juga harus membayar uang pendidikan, sistem belajar
yang demokratis dan setiap santri yang sudah menyelesaikan studinya akan
mendapatkan ijazah sebagai tanda kelulusan, ijazah ini bisa di gunakan sebagai
salah satu syarat seandainya santri berniat melanjutkan studi ke jenjang yang
lebih tinggi.
2. Hakikat Pendidikan Islam
Gagasan utama pendidikan, termasuk
didalamnya pendidikan Islam, terletak pada pandangan bahwa setiap manusia
mempunyai nilai positif tentang kecerdasan, daya kreatif, dan keluruhan budi.
Peran pendidikan ialah bagaimana nilai positif ini tumbuh dan menguat. Jika
tidak tepat bisa tumbuh sifat negatif; perilaku kekerasan, tidak perduli
terhadap sesama atau kejahatan lain.[4]
Para pakar pendidikan Islam perlu
menelusuri kembali hakikat pendidikan dalam persfektif Islam. Sabda Nabi
Muhammad saw. Disebutkan:
“Jadilah kalian menjadi para pendidik yang penyantun dan mempunyai
pengetahuan. Orang yang disebut “Rabbaniy” (pendidik) adalah orang yang telah
mendidik manusia dengan ilmu pengetahuan, mulai dari yang paling kecil sampai
menuju yang paling tinggi”.
3. Sistem Pendidikan Pesantren
Paling
tidak terdapat delapan poin yang menunjukan karakteristik
sistem pendidikan model pesantren.
1. Sistem pendidikan berasrama, di mana tri pusat pendidikan
menjadi satu kesatuan yang terpadu. Yaitu sekolah, keluarga, dan masyarakat
berada dalam satu lingkungan, sehingga lebih memungkinkan penciptaan suasana
yang kondusif bagi pencapain tujuan pendidikan.
2. Dalam tradisi pesantren, para santri merupakan subjek dari
proses pendidikan, mereka mengatur kehidupan mereka sendiri (self governance)
melalui berbagai aktifitas, dan interaksi sosial yang sangat penting artinya
bagi pendidikan mereka.
3. Pesantren adalah lembaga pendidikan yang berasal dari, dikelola
oleh, dan berkiprah untuk masyarakat.
4. Terkait dengan orientasi kemasyarakatan pesantren, lingkungan
pesantren diciptakan untuk mendidik santri agar mereka dapat menjadi anggota
masyarakat yang mandiri dan bermanfaat, tidak canggung untuk terjun dan
berjuang ke masyarakat. Dalam bidang pekerjaan misalnya, boleh dibilang tidak
ada istilah nganggur(menunggu pekerjaan) bagi para alumni pesantren.
5. Antara pengajaaran (formal) dan pendidikan
(informal) lebih terintegrasi, sehingga proses pembentukan mental karakter yang
didasarkan pada jiwa, falsafah hidup, dan nilai-nilai pesantren serta
transferknowledge lebih membumi.
6. Hubungan antara anggota masyarakat pesantren berlangsung dalam
suasana ukhuwwah Islamiyya yang bersumber dari tauhid yang lurus dan
prinsip-prinsip akhlak mulia. Suasana ini tertanam dalam jiwa santri dan
menjadi bekal berharga untuk kehidupan di luar masyarakat pesantren.
7. Pendidikan pesantren didasarkan pada prinsip-prinsip keikhlasan,
kejuangan, pengorbanan, kesederhanaan, kemandirian, dan persaudaraan. Dengan
menjiwai nilai-nilai ini, pesantren tidak memiliki masalah apapun dengan
paradigma School Based Management (SBM) yang kini menjadi model
pendidikan modern pasca reformasi di Indonesia.
8. Dalam masyarakat pesantren, Kyai atau pimpinan sekolah, selain
berfungsi sebagai central figure, juga menjadi moral
force bagi para santri dan seluruh penghuni pesantren. Hal ini adalah
suatu kondisi yang mesti bagi dunia pendidikan, tetapi kenyataannya jarang
didapati dalam sistem pendidikan selain pesantren.[5]
Sistem yang ditampilkan dalam pondok pesantren
mempunyai keunikan dibandingkan dengan sistem yang diterapkan dalam lembaga
pendidikan pada umumnya.
1. Memakai sistem tradisional, yang memiliki kebebasan penuh
dibandingkan dengan sekolah modern, sehingga terjadi hubungan 2 arah antara
kiai dan santri.
2. Kehidupan dipesantren
menampakkan semangat demokrasi, karena mereka praktis bekerjasama mengatasi
problem non kurikuler mereka sendiri.
3. Para santri tidak mengidap
penyakit simbolis, yaitu perolehan gelar dan ijazah, karena sebagian besar
pesantren tidak mengeluarkan ijazah, sedangkan santri dengan ketulusan hatinya
masuk pesantren tanpa adanyaijazah tersebut. Hal itu karena tujuan utama mereka
hanya ingin mencari keridhoan Allah SWT semata.
4. Sistem pondok pesantren
mengutamakan kesederhanaan, idealisme, persaudaraan, persamaan, rasa percaya
diri, dan keberanian hidup.
5. Alumni pondok pesantren tak
ingin menduduki jabatan pemeritahan, sehingga mereka hampir tidak dapat
dikuasai oleh pemerintah.
Adapun metode yang lazim digunakan dalam pendidikan
pesantren adalah wetonan, sorogan, dan hafalan. Metode wetonan merupakan metode
kuliah dimana para santri mengikuti pelajaran dengan duduk disekeliling kiai
yang menerangkan pelajaran. Santri menyimak kitab masing-masing dan mencatat
jika perlu. Metode sorogan sedikit berbeda dari metode weronan dimana santri
menghadap guru satu-persatu dengan membawa kitab yang dipelajari sendiri. Kiai
membacakan dan menerjemahkan kalimat demi kalimat, kemudian menerangkan
maksudnya, atau kiai cukup menunjukan cara membaca yang benar, tergantung
materi yang diajukan dan kemampuan ssantri.
Adapun metode hafalan berlangsung dimana santri menghafal
teks atau kalimat tertentu dari kitab yang dipelajarinya. Materi hafalan
biasanya dalam bentuk syair atau nazham. Sebagai pelengkap metode hafalan
sangat efektif untuk memelihara daya ingat (memorizing) santri terhadap materi
yang dipelajarinya, karena dapat dilakukan baik didalam maupun diluar kelas.
Sedangkan jenjang pendidikan dalam pesantren tidak
dibatasi seperti dalam lembaga-lembaga pendidikan yang memakai sistem klasikal.
Umumnya, kenaikan tingkat seorang santri didasarkan isi mata pelajaran tertentu
yang ditandai dengan tamat dan bergantinya kitab yang dipelajarinya. Apabila
seorang santri telah menguasai satu kitab atau beberapa kitab dan telah lulus
ujian (imtihan) yang diuji oleh kiainya, maka ia berpindah kekitab lain yang
lebih tinggi tingkatannya. Jelasnya, penjenjangan pendidikan pesantren tidak
berdasarkan usia, tetapi berdasarkan penguasaan kitab-kitab yang telah
ditetapkan dari paling rendah sampai paling tinggi.
Tetapi seiring dengan perkembangan zaman kini pondok
pesantren banyak yang menggunakan sistem klasikal, dimana ilmu yang dipelajari
tidak hanya agama saja, melainkan ilmu umum juga dipelajari.
4. Tujuan Pondok Pesantren
Tujuan pendidikan pondok pesantren di atas senada dengan tujuan
pondok pesantren yang dipaparkan oleh M. Arifin dalam bukunya “Kapita Selekta
Pendidikan” (Islam dan Umum).[6] bahwa
pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam yang berusaha menciptakan
kader-kader Muballigh yang diharapkan dapat meneruskan misinya dalam hal dakwah
Islam disamping itu juga di harapkan bahwa mereka yang berstudi di pesantren
menguasai betul ilmu-ilmu ke-Islaman yang diajarkan oleh para kyai.
Adapun tujuan pendidikan pondok pesantren, tidak boleh lepas dari
tujuan pendidikan nasional menurut undang-undang No.2 tahun 1989 adalah untuk
“mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya,
yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan yang Maha Esa dan
berbudi luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani, dan
rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta tanggung jawab kemasyarakatan
dan kebangsaan”.
Tujuan pendidikan yang diselenggarakan dapat
diketahui dengan jalan menanyakan langsung kepada para penyelenggara dan
pengasuh pesantren atau dengan cara memahami fungsi-fungsi yang dilaksanakan
baik dalam hubungannya dengan para santri maupun dengan masyarakat sekitarnya.
Berdasarkan wawancara dengan para pengasuh pesantren, Prof. Mastuhu,
sebagaimana dikutip oleh Qodri Abdillah Azizy, menyimpulkan bahwa tujuan
pendidikan pesantren adalah :
“Menciptakan dan mengembangkan kepribadian
muslim, yaitu kepribadian yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan, berakhlak
mulia, bermanfaat bagi masyarakat atau berkhidmat kepada masyarakat dengan
jalan menjadi kawula atau abdi masyarakat sekaligus menjadi Rasul, yaitu
menjadi pelayanan masyarakat sebagaimana kepribadian Nabi Muhammad Saw
(mengikuti sunnah Nabi), mampu berdiri sendiri, bebas dan teguh dalam
kepribadian, menyebarkan agama atau menegakkan Islam dan kejayaan umat Islam di
tengah-tengah masyarakat (‘izzu-l-Islam wa-l-muslimin) serta
mencintai ilmu dalam rangka mengembangkan kepribadian Indonesia.
Dari rumusan tujuan tersebut tampak jelas bahwa
pendidikan pesantren sangat menekankan pentingnya tegaknya Islam di
tengah-tengah kehidupan sebagai sumber utama moral yang merupakan kunci
keberhasilan hidup bermasyarakat. Di samping berfungsi sebagai lembaga
pendidikan dengan tujuan seperti yang telah dirumuskan di atas, pesantren
mempunyai fungsi sebagai tempat penyebaran dan penyiaran agama Islam.
Memahami tujuan pendidikan pesantren haruslah
lebih dahulu memahami tujuan hidup manusia menurut Islam. Tujuan pendidikan
pesantren harus sejalan dengan tujuan hidup manusia menurut Islam. Sebab
pendidikan hanyalah cara yang ditempuh agar tujuan hidup itu dapat dicapai.
BAB III
ANALISIS
Pondok Pesantren merupakan lembaga pendidikan tertua di Nusantara. Di
tengah-tengah kontestasi pendidikan modern eksistensinya masih tetap bertahan.
Pondok Pesantren sebagai lembaga pendidikan model khas tersendiri bersaing
hingga kini bersaing dengan pendidikan modern yang cenderung berkiblat pada
pendidikan Barat yang sejak abad ke-19 M.
Persaingan pondok pesantren dengan pendidikan moderen yang cenderung pada
pendidikan baran sangat mengurangi minat orang-orang untuk menimba ilmu
dipesantren karna terbawa kemajuan jaman dan teknologi sehingga orang-orang
menganggap pesantren itu seperti penjara yang tidak leluasa untuk memakai
teknologi jaman sekarang.
Kita bisa melihat
faktanya banya orang yang sekolah umum dari pada di pesantren itu karena
terbawa oleh kemajuan jaman dan teknologi dan banyak juga pesantren bahkan
terbawa oleh kemajuan jaman banyak pesantren salafi hilang kesalafianya. Dilema
status pondok pesantren antara madrasah dan sekolah umum merupakan dilema yang
sudah lama dihadapi pesantren. Ada beberapa penyebab munculnya dilema ini
termasuk faktor sistem pendidikan nasional.
Teknologi merubah
keadan pesantren dengan cepat menjadi khas-khas pondok pudar kita bisa lihat
pondok tebu ireng dulu terkenal dengan kesalafianya tapi sekarang hilang
kesalafianya karnana pengaruh teknologi-teknologi yang ada.
Yang masih tetap bertahan kesafianya bisa
dihitung yang bisa dilihat dengan jelas adalah di jawa timur seperti pondok
lirboyo dan ploso yang selama ini tetap kokoh dalam kesalafiaanya walaupun di pondok
pesantren tersebut telah mendirikan pendidikan umum seperti MI,MTS,MA bahkan
PERGURUAN TINGGI.
Setelah kita mengetahui lanadasan dan tujuan pesantren pada
umumnya, yang tengah menjadi permasalahan kini adalah bagaimana sikap pesantren
baik salafi ataupun modern untuk menghadapi relitas modernisasi kehidupan saat
ini? Ketika kita tengok lagi mengenai pesantren salaf, maka persoalan
eksistensi pesantren yang tidak dapat dilepaskan dari persoalajn-persoalan
konteks social yang melingkupinya, itu sebenarnya merupakan tantangan baginya.
Karena bagaimanapun tuntutan
masyarakat selalu berubah. Untuk zaman sekarang ini ketika kita hanya sibuk
dengan urusan ukhrowi saja lalu bagaimana kita bisa terus mempertahankan
eksistensi kita sebagai manusia yang dituntut untuk memenuhi kebutuhan raga.
Karena pada hakekatnya manusia memiliki dua unsur(jiwa,raga) yang mana keduanya
tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Bukankah cendikiawan-cendekiawan kita
dahulu selain berilmu agama, berakhlakul karimah mereka juga ahli ilmu untuk
mengurus dan memajukan dunia islam pada khususnya.
Mungkin pesantren salaf harus mempunyai ketegasan sikap dalam menghadapi persoalan
social era reformasi, agar eksistensi dan kiprahnya tetap dapat diterima semua
kalangan. Karena selain tantangan zaman, tantangan dari diri pesantren salaf
sendiri harus segera disikapi, seperti halnya beberapa problem yang terjadi
dalam pesantren salaf antara lain: problem kurikulum, problem kualitas dan
kuantitas pesantren salaf, problem metode pengajaran, bahkan problem seorang
kyai yang telah mengalami regenerasi. Untuk menyikapi hal-hal tersebut sungguh
tidak mudah, mungkin pesantren salaf harus memberikan terobosan baru dalam
pendidikan agama Islam.
Bisa dengan merubah
“kelamin” menjadi pesantren modern atau melakukan hal baru untuk mempertahankan
kesalafiyahannya agar dapat relevan dengan kondisi sekarang.
.
BAB IV
PENUTUP
Dari analisis diatas bisa disimpulkan bahwasanya pesantren adalah salah
satu lembaga pendidikan islam dengan memahami landasan teori mucul sebuah
masalah-masalah yang terdapat pada pesantren .
Masalah tersebut seperti persaingan pondok pesantren dengan pendidikan
moderen yang cenderung pada pendidikan baran sangat mengurangi minat
orang-orang untuk menimba ilmu dipesantren karna terbawa kemajuan jaman dan
teknologi sehingga orang-orang menganggap pesantren itu seperti penjara yang
tidak leluasa untuk memakai teknologi jaman sekarang.
Kita bisa melihat
faktanya banya orang yang sekolah umum dari pada di pesantren karena terbawa
oleh kemajuan jaman dan teknologi dan banyak juga pesantren bahkan terbawa oleh
kemajuan jaman banyak pesantren salafi hilang kesalafianya. Dilema status
pondok pesantren antara madrasah dan sekolah umum merupakan dilema yang sudah
lama dihadapi pesantren. Ada beberapa penyebab munculnya dilema ini termasuk
faktor sistem pendidikan nasional.
Tapi, Diluar kekurangan dan kelemahannya, pondok pesantren telah terbukti
memberikan andil yang sangat besar dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Meperkembangkan pondok pesantren mulai menampakan keberadaanya
sebagai lembaga pendidikan Islam mumpuni, dimana di dalamnya juga didirikan
sekolah baik secara formal atau nonformal.
DAFTAR PUSTAKA
Raharjo Dawan, (1985), Pesantren dan Pembaharuan.
Jakarta.LP3S,
W.J.S Poerwadarminata, (:1987), Kamus Umum
Bahasa Indonesia. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta
Yasmadi,(2002), Modernisasi Pesantren. Kritik
Nurcholish Madjid Terhadap Pendidikan Islam Tradisional.Jakarta: Ciputat
Press
Asrorun Ni’am Sholeh,(2008), Reorientasi Pendidikan
Islam, Mengurai Relevansi Konsep Al-Ghazali Dalam Konteks Kekinian,
Jakarta: ELSAS
Abdullah Syukri Zarkasyi, MA., (2005), Manajemen
Pesantren: Pengalaman Pondok Modern Gontor, Ponorogo: Timurti Press.
[1] Dawan Raharjo, Pesantren dan Pembaharuan,
(Jakarta.LP3S, 1985), cet. Ke-III, h.2.
[3]
Yasmadi .Modernisasi Pesantren. Kritik Nurcholish Madjid Terhadap Pendidikan
Islam, Tradisional. (Jakarta: Ciputat Press, 2002) h. 62.
[4]
Asrorun Ni’am Sholeh, Reorientasi Pendidikan Islam, Mengurai
Relevansi Konsep Al-Ghazali Dalam Konteks Kekinian, (Jakarta: ELSAS, 2008),
cet. ke- VI, h. 91.
[5] Abdullah Syukri Zarkasyi, MA., Manajemen Pesantren: Pengalaman
Pondok Modern Gontor (Ponorogo: Timurti Press, 2005). cet. II. h. 33.
[6]
Hasbullah. Kapita Selekta Pendidikan Islam. (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada), h. 44.