Minggu, 11 September 2016

PESANTREN SEBAGAI SALAH SATU LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM



PESANTREN SEBAGAI SALAH SATU LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM
BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat pada era global pada era ini terasa saat ini terasa sekali pengaruhnya dalam berbagai bidang kehidupan  masyarakat, khususnya dalam bidang pendidikan, social dan budaya, termasuk dalam pendidikan pesantren. Kemajuan yang pesat itu mengakibatkan cepat pula perubahan dan berkembangnya berbagai tuntutan masyarakat.
Masyarakat yang tidak menghendaki keterbelakangan akibat perkembangan tersebut, perlu menanggapi serta menjawab tuntutan kemajuan tersebut secara serius. Dalam rangka menghadapi tuntutan masyarakat lembaga pendidikan masyarakat termasuk pondok pesantren haruslah bersifat fungsional, sebab lembaga pendidikan sebagai salah satu wadah dalam masyarakat bisa dipakai ebagai pintu gerbang dalam menghadapi tuntutan masyarakat, ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus mengalami perubahan.
Untuk itu lembaga pendidikan termasuk pondok pesantren perlu mengadakan perubahan secara terus menerus seiring dengan perkembangannya tuntutan-tuntutan yang ada dalam masyarakat yang dijalaninya.
Adapun pada hari-hari kemarin banyak opini negatip terhadap eksistensi pesantren, bahwa pesantren dinilai tidak responsip terhadap perkembangan zaman, sulit menerima perubahan (pembaharuan), dengan tetap mempertahankan pola pendidikannya yang tradisional (salafiyah) pesantren menjadi semacam institusi yang cenderung ekslusif dan isolatif dari kehidupan sosial umumnya. Bahkan lebih sinis lagi ada yang beranggapan pendidikan pesantren tergantung selera kyai. Masih banyak orang yang memandang sebelah mata terhadap pesantren. Hal ini muncul karena memang banyak orang tidak mengenal dan tidak mengerti tentang pondok pesantren, sehingga mereka mempunyai penilaian yang salah terhadapnya.
Bisa kita lihat permasalahan diatas pandok pesantren banyak berkendala dalam menghadapi kemajuan jaman jadi saya mengangkat tema PESANTREN SEBAGAI LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM yag kami paparkan.
BAB II
LANDASAN TEORI
1. Pengertian Pondok Pesantren
     Istilah pondok pesantren terbentuk atas dua kata yang menunjukan satu pengertian, yaitu kata “pondok” dan “pesantren”. Di Minangkabau dinamakan  surau, di Acehrangkah meunasah dan pondok di Pasundan. Maka pondok pesantren adalah tempat di mana anak-anak muda dan dewasa belajar secara lebih mendalam dan lebih lanjut Ilmu agama Islam yang diajarkan secara sistimatis, langsung dari bahasa Arab serta berdasarkan pembacaan kitab-kitab klasik karangan ulama besar.[1] Dalam Kamus Bahasa Indonesia “pondok” artinya wadah atau asrama tempat mengaji, belajar agama Islam dan lain sebagainya. Namun secara umum pondok pesantren adalah lembaga pendidikan Islam tradisional yang melembaga di Indonesia.[2]
     Menurut Karel A. Steenbrink Pondok pesantren dilihat dari segi bentuk dan sistemnya berasal dari India. Sebelum Islam masuk ke Indonesia sistem tersebut telah digunakan secara umum untuk pendidikan dan pengajaran agama Hindu di Kawa. Kemudian diambil oleh Islam. Dengan kata lain istilah pesantren bukan berasal dari Bahasa Arab melainkan dari India.[3]
     Pondok pesantren tradisional adalah lembaga pendidikan dan pengajaran agama Islam yang masih memakai sistem lama yaitu yang pelaksanaan pendidikannya belum menggunakan sistem modern, masih menggunakan sistem sorogan dan bandongan. Sorogan adalah belajar secara individu dimana seorang santri berhadapan dengan seorang guru/kyai, terjadi interaksi saling mengenal diantara keduanya. Bandongan adalah belajar secara kelompok yang diikuti oleh seluruh santri.
     Sedangkan pondok pesantren modern (khalaf) adalah lembaga pesantren yamg memasukan pelajaran umum dalam kurikulum madrasah yang dikembangkan, atau pesantren yang menyelengarakan tipe sekolah-sekolah umum dan bahkan perguruan tinggi dalam lingkungannya. Selain itu juga ciri dari pesantren modern adalah dimana figur kyai tidak lagi menjadi sentral setiap keputusan, setiap perkara yang menyangkut dengan pesantren harus di putuskan berdasarkan rapat antara para asatidz (staff pengajar) dengan yayasan. Peserta didik atau santri juga harus membayar uang pendidikan, sistem belajar yang demokratis dan setiap santri yang sudah menyelesaikan studinya akan mendapatkan ijazah sebagai tanda kelulusan, ijazah ini bisa di gunakan sebagai salah satu syarat seandainya santri berniat melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi.
2. Hakikat Pendidikan Islam
     Gagasan utama pendidikan, termasuk didalamnya pendidikan Islam, terletak pada pandangan bahwa setiap manusia mempunyai nilai positif tentang kecerdasan, daya kreatif, dan keluruhan budi. Peran pendidikan ialah bagaimana nilai positif ini tumbuh dan menguat. Jika tidak tepat bisa tumbuh sifat negatif; perilaku kekerasan, tidak perduli terhadap sesama atau kejahatan lain.[4]
     Para pakar pendidikan Islam perlu menelusuri kembali hakikat pendidikan dalam persfektif Islam. Sabda Nabi Muhammad saw. Disebutkan:
“Jadilah kalian menjadi para pendidik yang penyantun dan mempunyai pengetahuan. Orang yang disebut “Rabbaniy” (pendidik) adalah orang yang telah mendidik manusia dengan ilmu pengetahuan, mulai dari yang paling kecil sampai menuju yang paling tinggi”.  
3. Sistem Pendidikan Pesantren
                 Paling tidak terdapat delapan poin yang menunjukan karakteristik sistem   pendidikan model pesantren.
1. Sistem pendidikan berasrama, di mana tri pusat pendidikan menjadi satu kesatuan yang terpadu. Yaitu sekolah, keluarga, dan masyarakat berada dalam satu lingkungan, sehingga lebih memungkinkan penciptaan suasana yang kondusif bagi pencapain tujuan pendidikan.
2. Dalam tradisi pesantren, para santri merupakan subjek dari proses pendidikan, mereka mengatur kehidupan mereka sendiri (self governance) melalui berbagai aktifitas, dan interaksi sosial yang sangat penting artinya bagi pendidikan mereka.
3. Pesantren adalah lembaga pendidikan yang berasal dari, dikelola oleh, dan berkiprah untuk masyarakat.
4. Terkait dengan orientasi kemasyarakatan pesantren, lingkungan pesantren diciptakan untuk mendidik santri agar mereka dapat menjadi anggota masyarakat yang mandiri dan bermanfaat, tidak canggung untuk terjun dan berjuang ke masyarakat. Dalam bidang pekerjaan misalnya, boleh dibilang tidak ada istilah nganggur(menunggu pekerjaan) bagi para alumni pesantren.
5. Antara pengajaaran  (formal) dan pendidikan (informal) lebih terintegrasi, sehingga proses pembentukan mental karakter yang didasarkan pada jiwa, falsafah hidup, dan nilai-nilai pesantren serta transferknowledge lebih membumi.
6. Hubungan antara anggota masyarakat pesantren berlangsung dalam suasana ukhuwwah Islamiyya yang bersumber dari tauhid yang lurus dan prinsip-prinsip akhlak mulia. Suasana ini tertanam dalam jiwa santri dan menjadi bekal berharga untuk kehidupan di luar masyarakat pesantren.
7. Pendidikan pesantren didasarkan pada prinsip-prinsip keikhlasan, kejuangan, pengorbanan, kesederhanaan, kemandirian, dan persaudaraan. Dengan menjiwai nilai-nilai ini, pesantren tidak memiliki masalah apapun dengan paradigma School Based Management (SBM) yang kini menjadi model pendidikan modern pasca reformasi di Indonesia.
8. Dalam masyarakat pesantren, Kyai atau pimpinan sekolah, selain berfungsi sebagai central figure, juga menjadi moral force bagi para santri dan seluruh penghuni pesantren. Hal ini adalah suatu kondisi yang mesti bagi dunia pendidikan, tetapi kenyataannya jarang didapati dalam sistem pendidikan selain pesantren.[5]
Sistem yang ditampilkan dalam pondok pesantren mempunyai keunikan dibandingkan dengan sistem yang diterapkan dalam lembaga pendidikan pada umumnya.
1.  Memakai sistem tradisional, yang memiliki kebebasan penuh dibandingkan dengan sekolah modern, sehingga terjadi hubungan 2 arah antara kiai dan santri.

2.    Kehidupan dipesantren menampakkan semangat demokrasi, karena mereka praktis bekerjasama mengatasi problem non kurikuler mereka sendiri.

3.    Para santri tidak mengidap penyakit simbolis, yaitu perolehan gelar dan ijazah, karena sebagian besar pesantren tidak mengeluarkan ijazah, sedangkan santri dengan ketulusan hatinya masuk pesantren tanpa adanyaijazah tersebut. Hal itu karena tujuan utama mereka hanya ingin mencari keridhoan Allah SWT semata.

4.    Sistem pondok pesantren mengutamakan kesederhanaan, idealisme, persaudaraan, persamaan, rasa percaya diri, dan keberanian hidup.

5.    Alumni pondok pesantren tak ingin menduduki jabatan pemeritahan, sehingga mereka hampir tidak dapat dikuasai oleh pemerintah.
Adapun metode yang lazim digunakan dalam pendidikan pesantren adalah wetonan, sorogan, dan hafalan. Metode wetonan merupakan metode kuliah dimana para santri mengikuti pelajaran dengan duduk disekeliling kiai yang menerangkan pelajaran. Santri menyimak kitab masing-masing dan mencatat jika perlu. Metode sorogan sedikit berbeda dari metode weronan dimana santri menghadap guru satu-persatu dengan membawa kitab yang dipelajari sendiri. Kiai membacakan dan menerjemahkan kalimat demi kalimat, kemudian menerangkan maksudnya, atau kiai cukup menunjukan cara membaca yang benar, tergantung materi yang diajukan dan kemampuan ssantri.
Adapun metode hafalan berlangsung dimana santri menghafal teks atau kalimat tertentu dari kitab yang dipelajarinya. Materi hafalan biasanya dalam bentuk syair atau nazham. Sebagai pelengkap metode hafalan sangat efektif untuk memelihara daya ingat (memorizing) santri terhadap materi yang dipelajarinya, karena dapat dilakukan baik didalam maupun diluar kelas.
Sedangkan jenjang pendidikan dalam pesantren tidak dibatasi seperti dalam lembaga-lembaga pendidikan yang memakai sistem klasikal. Umumnya, kenaikan tingkat seorang santri didasarkan isi mata pelajaran tertentu yang ditandai dengan tamat dan bergantinya kitab yang dipelajarinya. Apabila seorang santri telah menguasai satu kitab atau beberapa kitab dan telah lulus ujian (imtihan) yang diuji oleh kiainya, maka ia berpindah kekitab lain yang lebih tinggi tingkatannya. Jelasnya, penjenjangan pendidikan pesantren tidak berdasarkan usia, tetapi berdasarkan penguasaan kitab-kitab yang telah ditetapkan dari paling rendah sampai paling tinggi.
Tetapi seiring dengan perkembangan zaman kini pondok pesantren banyak yang menggunakan sistem klasikal, dimana ilmu yang dipelajari tidak hanya agama saja, melainkan ilmu umum juga dipelajari.


4.  Tujuan Pondok Pesantren
Tujuan pendidikan pondok pesantren di atas senada dengan tujuan pondok pesantren yang dipaparkan oleh M. Arifin dalam bukunya “Kapita Selekta Pendidikan” (Islam dan Umum).[6] bahwa pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam yang berusaha menciptakan kader-kader Muballigh yang diharapkan dapat meneruskan misinya dalam hal dakwah Islam disamping itu juga di harapkan bahwa mereka yang berstudi di pesantren menguasai betul ilmu-ilmu ke-Islaman yang diajarkan oleh para kyai.
Adapun tujuan pendidikan pondok pesantren, tidak boleh lepas dari tujuan pendidikan nasional menurut undang-undang No.2 tahun 1989 adalah untuk “mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan yang Maha Esa dan berbudi luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani, dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan”.
Tujuan pendidikan yang diselenggarakan dapat diketahui dengan jalan menanyakan langsung kepada para penyelenggara dan pengasuh pesantren atau dengan cara memahami fungsi-fungsi yang dilaksanakan baik dalam hubungannya dengan para santri maupun dengan masyarakat sekitarnya. Berdasarkan wawancara dengan para pengasuh pesantren, Prof. Mastuhu, sebagaimana dikutip oleh Qodri Abdillah Azizy, menyimpulkan bahwa tujuan pendidikan pesantren adalah :
“Menciptakan dan mengembangkan kepribadian muslim, yaitu kepribadian yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan, berakhlak mulia, bermanfaat bagi masyarakat atau berkhidmat kepada masyarakat dengan jalan menjadi kawula atau abdi masyarakat sekaligus menjadi Rasul, yaitu menjadi pelayanan masyarakat sebagaimana kepribadian Nabi Muhammad Saw (mengikuti sunnah Nabi), mampu berdiri sendiri, bebas dan teguh dalam kepribadian, menyebarkan agama atau menegakkan Islam dan kejayaan umat Islam di tengah-tengah masyarakat (‘izzu-l-Islam wa-l-muslimin) serta mencintai ilmu dalam rangka mengembangkan kepribadian Indonesia.
Dari rumusan tujuan tersebut tampak jelas bahwa pendidikan pesantren sangat menekankan pentingnya tegaknya Islam di tengah-tengah kehidupan sebagai sumber utama moral yang merupakan kunci keberhasilan hidup bermasyarakat. Di samping berfungsi sebagai lembaga pendidikan dengan tujuan seperti yang telah dirumuskan di atas, pesantren mempunyai fungsi sebagai tempat penyebaran dan penyiaran agama Islam.
Memahami tujuan pendidikan pesantren haruslah lebih dahulu memahami tujuan hidup manusia menurut Islam. Tujuan pendidikan pesantren harus sejalan dengan tujuan hidup manusia menurut Islam. Sebab pendidikan hanyalah cara yang ditempuh agar tujuan hidup itu dapat dicapai.

BAB III
ANALISIS
Pondok Pesantren merupakan lembaga pendidikan tertua di Nusantara. Di tengah-tengah kontestasi pendidikan modern eksistensinya masih tetap bertahan.  Pondok Pesantren sebagai lembaga pendidikan model khas tersendiri bersaing hingga kini bersaing dengan pendidikan modern yang cenderung berkiblat pada pendidikan Barat yang sejak abad ke-19 M.
Persaingan pondok pesantren dengan pendidikan moderen yang cenderung pada pendidikan baran sangat mengurangi minat orang-orang untuk menimba ilmu dipesantren karna terbawa kemajuan jaman dan teknologi sehingga orang-orang menganggap pesantren itu seperti penjara yang tidak leluasa untuk memakai teknologi jaman sekarang.
Kita bisa melihat faktanya banya orang yang sekolah umum dari pada di pesantren itu karena terbawa oleh kemajuan jaman dan teknologi dan banyak juga pesantren bahkan terbawa oleh kemajuan jaman banyak pesantren salafi hilang kesalafianya. Dilema status pondok pesantren antara madrasah dan sekolah umum merupakan dilema yang sudah lama dihadapi pesantren. Ada beberapa penyebab munculnya dilema ini termasuk faktor sistem pendidikan nasional.
Teknologi merubah keadan pesantren dengan cepat menjadi khas-khas pondok pudar kita bisa lihat pondok tebu ireng dulu terkenal dengan kesalafianya tapi sekarang hilang kesalafianya karnana pengaruh teknologi-teknologi yang ada.
 Yang masih tetap bertahan kesafianya bisa dihitung yang bisa dilihat dengan jelas adalah di jawa timur seperti pondok lirboyo dan ploso yang selama ini tetap kokoh dalam kesalafiaanya walaupun di pondok pesantren tersebut telah mendirikan pendidikan umum seperti MI,MTS,MA bahkan PERGURUAN TINGGI.
Setelah kita mengetahui lanadasan dan tujuan pesantren pada umumnya, yang tengah menjadi permasalahan kini adalah bagaimana sikap pesantren baik salafi ataupun modern untuk menghadapi relitas modernisasi kehidupan saat ini? Ketika kita tengok lagi mengenai pesantren salaf, maka persoalan eksistensi pesantren yang tidak dapat dilepaskan dari persoalajn-persoalan konteks social yang melingkupinya, itu sebenarnya merupakan tantangan baginya.
 Karena bagaimanapun tuntutan masyarakat selalu berubah. Untuk zaman sekarang ini ketika kita hanya sibuk dengan urusan ukhrowi saja lalu bagaimana kita bisa terus mempertahankan eksistensi kita sebagai manusia yang dituntut untuk memenuhi kebutuhan raga. Karena pada hakekatnya manusia memiliki dua unsur(jiwa,raga) yang mana keduanya tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Bukankah cendikiawan-cendekiawan kita dahulu selain berilmu agama, berakhlakul karimah mereka juga ahli ilmu untuk mengurus dan memajukan dunia islam pada khususnya.
Mungkin pesantren salaf harus mempunyai ketegasan sikap dalam menghadapi persoalan social era reformasi, agar eksistensi dan kiprahnya tetap dapat diterima semua kalangan. Karena selain tantangan zaman, tantangan dari diri pesantren salaf sendiri harus segera disikapi, seperti halnya beberapa problem yang terjadi dalam pesantren salaf antara lain: problem kurikulum, problem kualitas dan kuantitas pesantren salaf, problem metode pengajaran, bahkan problem seorang kyai yang telah mengalami regenerasi. Untuk menyikapi hal-hal tersebut sungguh tidak mudah, mungkin pesantren salaf harus memberikan terobosan baru dalam pendidikan agama Islam.
 Bisa dengan merubah “kelamin” menjadi pesantren modern atau melakukan hal baru untuk mempertahankan kesalafiyahannya agar dapat relevan dengan kondisi sekarang.
.





BAB IV
PENUTUP
Dari analisis diatas bisa disimpulkan bahwasanya pesantren adalah salah satu lembaga pendidikan islam dengan memahami landasan teori mucul sebuah masalah-masalah yang terdapat pada pesantren .
Masalah tersebut seperti persaingan pondok pesantren dengan pendidikan moderen yang cenderung pada pendidikan baran sangat mengurangi minat orang-orang untuk menimba ilmu dipesantren karna terbawa kemajuan jaman dan teknologi sehingga orang-orang menganggap pesantren itu seperti penjara yang tidak leluasa untuk memakai teknologi jaman sekarang.
Kita bisa melihat faktanya banya orang yang sekolah umum dari pada di pesantren karena terbawa oleh kemajuan jaman dan teknologi dan banyak juga pesantren bahkan terbawa oleh kemajuan jaman banyak pesantren salafi hilang kesalafianya. Dilema status pondok pesantren antara madrasah dan sekolah umum merupakan dilema yang sudah lama dihadapi pesantren. Ada beberapa penyebab munculnya dilema ini termasuk faktor sistem pendidikan nasional.
Tapi, Diluar kekurangan dan kelemahannya, pondok pesantren telah terbukti memberikan andil yang sangat besar dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Meperkembangkan pondok pesantren mulai menampakan keberadaanya sebagai lembaga pendidikan Islam mumpuni, dimana di dalamnya juga didirikan sekolah baik secara formal atau nonformal.





DAFTAR PUSTAKA
 Raharjo Dawan, (1985), Pesantren dan Pembaharuan. Jakarta.LP3S,
  W.J.S Poerwadarminata, (:1987), Kamus Umum Bahasa Indonesia. Pusat Pembinaan dan Pengembangan  Bahasa. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta
 Yasmadi,(2002), Modernisasi Pesantren. Kritik Nurcholish Madjid Terhadap Pendidikan Islam Tradisional.Jakarta: Ciputat Press
 Asrorun Ni’am Sholeh,(2008), Reorientasi Pendidikan Islam, Mengurai Relevansi Konsep Al-Ghazali Dalam Konteks Kekinian, Jakarta: ELSAS
 Abdullah Syukri Zarkasyi, MA., (2005), Manajemen Pesantren: Pengalaman Pondok Modern Gontor, Ponorogo: Timurti Press.




[1] Dawan Raharjo, Pesantren dan Pembaharuan, (Jakarta.LP3S, 1985), cet. Ke-III, h.2.
2 W.J.S Poerwadarminata, Kamus Umum Bahasa Indonesia. Pusat Pembinaan dan Pengembangan  Bahasa. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, (Jakarta:1987), h. 653  
[3] Yasmadi .Modernisasi Pesantren. Kritik Nurcholish Madjid Terhadap Pendidikan Islam,  Tradisional. (Jakarta: Ciputat Press, 2002) h. 62.
[4]  Asrorun Ni’am Sholeh, Reorientasi Pendidikan Islam, Mengurai Relevansi Konsep Al-Ghazali Dalam Konteks Kekinian, (Jakarta: ELSAS, 2008), cet. ke- VI, h. 91.
[5] Abdullah Syukri Zarkasyi, MA., Manajemen Pesantren: Pengalaman Pondok Modern Gontor (Ponorogo: Timurti Press, 2005). cet. II. h. 33.

[6]  Hasbullah. Kapita Selekta Pendidikan Islam. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada), h. 44.